My Second-Man

@nurmasawiyya

Lelaki pertama di hidup saya bukanlah lelaki tampan. Kulitnya hitam terbakar. Wajahnya kusam karena sering bertandang ke ladang. Satu-satunya pemanis adalah ceruk dalam di kedua pipinya. Saya menyebutnya, “Ayah”. Darinya saya kenal lelaki harus punya kasih sayang sekental keberanian dan tanggung jawab.

Siapa lelaki kedua saya? Dia terpaut sangat jauh usianya dari saya. Dia lahir ketika saya duduk di kelas 2 SMA. Hingga kini dia kelas 3 SD. Darinya saya kenal, lelaki tidak ada yang sepenyayang dia. Ya, dia lah adinda, yang kerap saya panggil, “Aa”.

Bocah seusianya tak saya sangka punya kelembutan hati seperti hawa. Entah. Mungkin karena kakak-kakaknya adalah perempuan mellow. Dia punya perasaan yang halus dan hati-hati.

Suatu kali, pernah dia kumpulkan uang jajannya karena tahu ayah akan berulang tahun. Sampai Mei tanggal 8, tiba-tiba dia pulang dengan bungkusan di tangan. Katanya, “Ayah, aku punya hadiah buat ayah”. Isinya adalah dompet murah hasil usaha heroiknya tidak jajan seminggu. Dompet yang sederhana tanpa ada gambar apapun, pilihan yang bijak, mengingat biasanya penjual dompet SD pasti menawari dompet ala bocah yang penuh gambar superhero.

Saya bahkan tak berpikir untuk memberi buah tangan. Buat saya, cukuplah doa saya untuk lelaki pertama saya itu. *malu jadinya. hahaha..

dan entah untuk keberapa kalinya saya dibuat meleleh dan malu oleh lelaki kedua ini. Setiap kali pulang, selalu ada oleh-oleh anak SD buat saya. Saya kurang punya perhatian buat lelaki-lelaki saya ini. Padahal dari keduanya saya mendapatkan kasih sayang berlimpah. Juga doa tak putus.

Doa saya, sebelum ada lelaki ketiga #KodeKeras. Hahahaha. Saya harus memperbaiki diri saya, yang selalu memberikan waktu sisa saya yang tidak prima. Sering saya pulang bukan demi menguatkan cinta, tapi demi rehatnya diri saya dan pulihnya raga saya yang lelah. Tak ada cukup senda gurau, tak ada cukup kasih sayang, tak ada cukup perhatian. Padahal saya dikenal ‘baik-hati’ kepada orang. Tapi buat kedua lelaki itu, saya cuma berikan waktu sisa saya yang isinya lesu dan lunglai.

😭Saya tahu, lebih dari apapun, saya perlu menata diri saya lebih baik.

Keluarga saya. Teman-teman saya. Mereka bukan tong sampah yang saya datangi justru ketika saya muak dengan dunia. Mereka punya hak untuk mendapatkan diri saya yang prima. Bukan bermasalah. Mereka punya hak untuk saya berikan Uma terbaik. Uma yang penuh kesungguhan. Bukan sisa. Begitu juga kepadaNya. Tak boleh ada istilah “sisa”. Saya adalah hamba, saya adalah anak, saya adalah kakak, saya adalah sahabat, daftar panjang yang tidak akan habis. Dan tidak ada peran yang harus saya sisihkan. terlebih, bagaimana saya jalani semua peran itu untuk mendukung peran utama saya: mengHAMBA.

 

Leave a comment