Seorang Teman sampai Abadi nanti

Aku pernah bermimpi untuk ditemukan pangeran. Ia berjalan anggun, penuh kehormatan, dan dan kudapati ia tak bercacat cela. Senyumnya memadamkan amarah. Candanya melunturkan kekesalan. Dan ia akan mendampingiku, menulis bersamaku, seumur hidup.

itu dulu.

hahaha.. saat setiap romansa jadi hal yang mudah kupercaya. Lalu kusadari, pangeran tak akan menemukanku. Sebab aku bukan pula sang putri. Dengan segala kemanusiaan yang mengalir di nadiku, impianku menjadi sangat sederhana. atau tidak? ahahaha…

Dibanding pangeran, aku rasa aku lebih menginginkan sang ksatria, yang akan menyelamatkan. Melindungi harga diri, menawarkan perlindungan, memberi rasa aman. Pangeran terlalu berisiko. ahahaha…

tapi itu kemudian juga berubah. Aku tak akan lari dari sebuah ‘masalah’ dan meminta diselamatkan. Aku tak selemah itu untuk tak punya keajegan diri.

Maka inginku cukup mudah. Aku hanya ingin seorang teman saja. Memiliki pangeran akan membuatku harus tampil bak putri, lalau harus kuat dicemburui. Juga mencemburu dengan anggun.

Aku hanya ingin seorang teman saja. Memiliki ksatria akan membuatku manja. Aku hadapi hidup bukan demi mudah. Tapi agar aku mulia.

Aku hanya ingin teman saja. Yang melihatku sebagai manusia, dan kulihat ia sebagai manusia. yang kututupi cacatnya, dan ia tutupi cacatku. Yang melihat tangisku, dan kulihat tangisnya. Yang tertawa atasku, dan aku tertawa atasnya. Yang melihat kebodohanku, dan kulihat kebodohannya. Yang kumiliki rahasia besarnya, dan dia miliki rahasia besarku. Yang bercita-cita surga bersamaku. Lalu mengingatkan sampai mati. lalu hidup. lalu mengabadi.